“Aku Bermonash: Dapat dan Bisa Apa?"
“Aku Bermonash: Dapat dan Bisa
Apa?"
Perkenalkan saya Rosyidah Nur Husainiyah seorang Disciples Monasmuda Institute semester satu
akan semester dua besok. Saya bertempat tinggal dirumah perkaderan bernama
Monasmuda Institute yang di asuh oleh Dr.
Mohammad Nasih, dan juga Pengasuh Pesantren Planet NUFO Mlagen Rembang.
Saya adalah seorang Disciplesh baru, kurang lebih 3 bulan
sudah saya tinggal di Monash Institute. Pertama kali saya disini cukup kaget
dan takut karena cara ngaji kitabnya yang berbeda dengan Pondok lain. Dimana
rata-rata ngaji kitabnya guru yang membaca dan menjelaskan sedangkan disini
Santrinya yang membaca dan mengajukan pertanyaan. Apalagi disini menggunakan
bahasa Indonesia ketika memaknai bukan dengan bahasa jawa walaupun menggunakan
utawi iku tetap saja memakai bahasa Indonesia. Maksud arti takut diatas itu
takut ketika disuruh membaca sedangkan sya belum bisa dan belum mengerti,
makanya saya takut.
Hari-hari saya jalani dengan terpaksa awalnya, apalagi kuliah
jalan kaki sendirian. kampus saya
terletak di UIN Walisongo kampus dua, sedangkan agar bisa sampai ke
kampus dua saya menebal lewat belakang dan menaiki tangga dan baru masuk ke
kampus 3 UIN Walisongo setelah itu langsung ke kampus dua menuju kelas saya, 30
menit terhitung saya jalan kaki dari Monash sampai Kelas.
Setelah pulang dari kampus, biasanya ada agenda di Monash
yaitu ngaji tafsir jalalain bersama para Mentor, tapi karena saya anak baru dan
belum mengerti jadi ngaji I’robul Qur’an dulu agar lebih mengetahui sebelum pindah
ke tafsir jalalain. Perjalanan saya ngaji I’robul Qur’an juga tidak semudah apa
yang saya dengar cerita dari abang-abang atau mbak-mbak yang ada disini. Bahkan
sampai dikasih tantangan jika dalam
waktu 2 minggu bisa lancar I’robul Qur’an maka akan diberi hadiah, saya
merasa semangat namun itupun tidak semudah bayangan saya. Waktu yang
bertabrakan dengan agenda, dan ketika saya meminta tolong untuk membantu mereka
sedang sibuk sendiri-sendiri. Sehingga saya memutuskan untuk berbicara tentang kendala
yang saya alami, dan iapun mengerti tentng kendala saya sebagai seorang Menti.
Saya mengaji seperti biasa dan berusaha keras agar bisa mengejar ketertinggalan saya dengan anak
angkatan 21 yang lebih dulu kesini, mereka sudah 4 bulan di Monash sedangkan
saya belum ada satu bulan. Saya belum bisa apa-apa dibandingkan dengan mereka
yang sebelum ke Monash sudah berada di Pondok Kitab, sedangkan aku hanya
seorang santri kalong yang lebih fokus ke Hafalan Qur’an, di sekolahku dulu
sebenarnya ada pelajaran tentang kitab seperti Alfiyah, jurumiyah, sharaf, tapi
hanya sebatas materi dan contohnya selalu tentang zaidun Qoimun, tidak seperti
disini yang langsung diterapkan pada bacaan Al-Qur’an dan tafsir. Saya akui sangat kaget saat disuruh mencoba
membaca I’robul Qur’an, saya tidak tahu apa-apa rasanya pengen menangis ketika
teman tes camp yang lebih dulu kesini sudah lumayan mengerti dan saya belum
mengerti sama sekali cara baca. Memang susah bahkan sudah lama saya tidak
pernah mengaji tentang kitab-kitab. Agak menyesal namun dilain sisi saya
bersyukur saya bisa mengkhatamkan hafalan saya dan disini saya tinggal muraja’ah
saja.
Dua bulan telah berlalu dan saya sudah ganti mengaji dengan
tafsir jalalain, masih banyak mufrodat yang belum saya ketahui. Tak jarang
mentor saya merasa kesal karena saya masih bingung dengan penerapan jumlah Ismiyah
dan Fi’liyah. Kadang saking kesalnya ketika saya disuruh membaca dan saya tidak
bisa, pelajaran itu akan dijadikan Pr (Pekerjaan rumah) disuruh mencari tahu
sendiri sampai benar. Pertama kali saya tidak suka diperlakukan seperti itu,
saya pikir kenapa tidak dikasih tahu langsung, kan saya memang tidak tahu.
Walaupun saya merasa kesal tetap saja saya meminta tolong kepada mentor lain agar membantu dan mengajari saya,
apa yang dimaksud dengan kalimat ini dan kalimat ini kedudukannya jadi apa.
Setelah saya tahu jawabannya, keesokan harinya saat waktu jam tafsir saya akan
membaca pertama kali ketika ditanya sudah apa belum Pr kemarin, saya akan
semangat sekali ketika membaca Pr tersebut dan jawaban sayapun benar. Ketika
jawaban saya benar, mempunyai rasa kepuasan tersendiri, diibaratkan seperti
orang haus akan dahaga di tengah gurun pasir, dan ketika menemukan air itu
ditengah panasnya gurun pasir mendapatka perasaan yang lega dan puas.
Karena hal seperti itulah saya mulai paham, jika semua itu
harus dengan usaha dulu harus dengan bersungguh-sungguh, jika tidak dimulai
dulu lantas siapa yang memulai kalau bukan dari diri sendiri. Pesan saya pada
diri sendiri jangan terlalu memanajakan diri sendiri, jangan terlalu memaafkan
diri sendiri yang akan mengakibatkan terlena dan akan rugi bahkan sampai
menyesal nantinya.
Di Monash saya juga diajarkan bagaimana berpikiran luas.
Apalagi saat LKK kemarin saya merasa sebagai seorang Perempuan belum bisa
bermanfaat bagi perempuan lain. Kedudukan sebagai seorang perempuan masih
dihantui dengan bayang-bayang budaya Patriarki, minimnya keadilan gender, dan
bahkan tentang harkat dan martabat seorang perempuan.
Komentar
Posting Komentar